Sekitar60 persen daerah aliran sungai (watershed) di Kalbar mengalami krisis akibat pembukaan dan pengembangan kawasan secara eksploitatif. Arief Nugroho, Pontianak SUNGAI yang membentang sepanjang 1.143 km dari Kota Pontianak hingga Kabupaten Kapuas Hulu ini menjadikan Sungai Kapuas sebagai urat nadi sekaligus sungai terpanjang di Indonesia. › Nusantara›Sungai Malinau, Tambang, dan... Seorang warga Kaltara mengajukan sengketa informasi publik dengan pihak termohon tiga badan publik. Ia menuntut keterbukaan informasi terkait pencemaran Sungai Malinau yang berulang cemar akibat industri pertambangan. DOKUMENTASI JATAM Sungai Malinau di Kabupaten Malinau, Kalimantan Malinau sebagai salah satu sumber air bagi ribuan warga di Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara, berulang kali tercemar. Sejumlah masyarakat sipil meminta pemerintah terbuka dan tegas memberi sanksi kepada industri yang kerap memicu air cemar. Harapan warga satu kejadian merepotkan itu tak 7 Februari 2021, warga di sekitar aliran Sungai Malinau menemukan ratusan ikan mati mengambang. Air sungai menjadi lebih keruh dari biasanya. Sehari kemudian, Perusahaan Daerah Air Minum PDAM Apa’ Mening Malinau menghentikan layanan air ke warga di sekitar sungai. Sebab, Sungai Malinau menjadi salah satu sumber air bakunya. Andry Usman dari Jaringan Advokasi Tambang Kaltara menyebutkan, akibat kejadian itu, setidaknya 14 desa di sekitar daerah aliran sungai Malinau terhambat memenuhi kebutuhan air. Ia mengatakan, sejumlah warga terpaksa menadah air hujan di baskom. Itu digunakan untuk kebutuhan mencuci, mandi, dan minum.”Warga panik karena takut tak bisa mendapatkan air bersih,” kata Andry melalui sambungan telepon, Kamis 26/8/2021.Harus diusut pula dugaan pidana lingkungan hidupnya secara bersamaan, tidak hanya sekadar sanksi menduga pencemaran sungai itu akibat kelalaian aktivitas tambang di sekitar Sungai Malinau yang merentang 131 kilometer. Jatam Kaltara mencatat setidaknya ada lima perusahaan pemegang izin usaha pertambangan yang konsesinya berada di hulu dan badan Sungai Tangkapan layar Google data yang dihimpun Jatam, pencemaran pada awal tahun ini bukan yang pertama di Sungai Malinau. Hal serupa pernah terjadi pada 2010, 2011, 2012, dan 2017. Pada 2017, misalnya, Andry mengatakan, penyebab Sungai Malinau keruh karena jebolnya tanggul kolam pengendapan PT Baradinamika Muda itu, PDAM Malinau menyatakan kekeruhan air baku di sungai mencapai 80 kali lipat dari 25 nephelometric turbidity unit NTU menjadi NTU. Akibatnya, PDAM menghentikan pelayanan sementara selama tiga hari pada 7-9 Juli 2017. Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Kaltara juga mengeluarkan teguran dan penghentian sementara untuk empat perusahaan tambang batubara di Kecamatan Malinau informasi publikTerkait pencemaran yang terjadi pada Februari lalu, Andry pernah bersurat kepada Dinas Lingkungan Hidup DLH Malinau, Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Kaltara, dan Polda Kaltara. Surat itu berisi permintaan informasi terkait investigasi dan hasil uji laboratorium air Sungai Malinau yang dilakukan instansi DLH Kaltara pernah memberi komentar kepada media massa akan bekerja sama dengan DLH Kabupaten Malinau serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan KLHK untuk menguji laboratorium sampel air Sungai Malinau. Andry menjelaskan, DLH Provinsi Kaltara sempat menjawab surat yang ia kirim. Namun, ia menilai belum semua permohonan informasi Para peneliti Lembaga Biologi Molekuler Eijkman dan tim menyusuri sungai selama sembilan jam dari Malinau Kota ke Kuala Rian, Desa Rian Tubu, Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara, Rabu 4/2/2020.Adapun surat yang dilayangkan kepada Polda Kaltara berisi permintaan informasi terkait kelanjutan penyelidikan penyebab Sungai Malinau tercemar. Komisaris Besar Budi Rachmat dari Humas Polda Kaltara pada Februari lalu menyatakan bahwa Polres Malinau sudah diminta untuk mengecek tempat penampungan dan pengolahan limbah PT KPUC, perusahaan tambang yang saat itu mengalami kebocoran pengolahan secara terpisah, Pelaksana Tugas Kepala DLH Provinsi Kaltara Obed Daniel LT mengatakan, uji laboratorium sampel air Sungai Malinau sudah dilakukan DLH Kabupaten Malinau. Hal itu didampingi Balai Gakkum KLHK, DLH Provinsi Kaltara, dan Polda Kaltara.”Sebab, DLH Provinsi Kaltara tidak memiliki tenaga teknis yang berkualifikasi untuk melakukan uji sampel. Terkait hasil, semua pihak sudah diinformasikan,” ujar Obed melalui pesan juga Tantangan Tapal Batas Negeri dan Jantung Borneo di KaltaraDalam pesan itu, Obed juga menyertakan cuplikan surat DLH Kabupaten Malinau kepada PT KPUC. Di dalam surat itu, DLH Kabupaten Malinau memerintahkan enam hal kepada PT KPUC. Perusahaan tersebut diminta memperbaiki tanggul kolam Tuyak Bawah yang jebol serta melakukan penimbunan tanah di KPUC juga diminta menangani dampak lingkungan dengan melibatkan tenaga ahli. Terkait adanya ikan yang mati akibat tanggul jebol, PT KPUC diminta untuk menyebar bibit ikan di Sungai Malinau. DLH Kabupaten Malinau juga memerintahkan agar perusahaan tambang batubara itu membuat sistem penanganan dini dan melakukan inspeksi berkala BPBD KABUPATEN MALINAU Foto udara yang memperlihatkan 11 desa di tiga kecamatan yang terendam banjir di Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara, Minggu 16/5/2021. Pendataan kerugian dan warga terdampak masih dilakukan.”Bagi kami, hal ini sudah selesai, dihadiri langsung Bapak Gubernur Kaltara dan unsur pimpinan daerah lainnya. Bersama masyarakat, upaya normalisasi sungai sudah berjalan baik. Yang jadi pertanyaan, masyarakat yang mana yang dimaksud teman-teman dari Jatam ini?” kata karena belum mendapat informasi yang diminta, Andry resmi mengajukan sengketa informasi publik ke Komisi Informasi Provinsi Kaltara pada 14 Juli 2021. Pihak termohon sengketa itu adalah DLH Kabupaten Malinau, DLH Provinsi Kaltara, dan Polda Kaltara. Sebab, ia belum menerima hasil uji laboratorium air Sungai Malinau.”Kalau memang sudah ada hasilnya, tolong dibuka ke publik. Tidak harus bersurat kepada kami, bisa juga ke media massa. Sebab, masyarakat juga ingin tahu kondisi air Sungai Malinau,” ujar juga Bergantung pada Industri Ekstraktif, Perekonomian Kaltim TerpurukHingga 26 Agustus 2021, permohonan sengketa informasi publik itu masih diproses. Ketua Komisi Informasi Provinsi Kaltara Mohamad Isya menjelaskan, sengketa informasi publik itu sedang ditangani bidang penyelesaian sengketa informasi. Permohonan itu belum dirapatkan di tingkat komisioner karena pihaknya masih menyidangkan sengketa lain.”Nanti ada sidang pendahuluan untuk menanyakan berkas yang ada. Setelah itu, tahap mediasi dan berlanjut sidang ajudikasi. Sidang itu tidak langsung selesai, bisa dua-tiga kali karena kami meminta keterangan termohon dan data. Nanti ada surat panggilan kepada pemohon,” kata KABUPATEN BULUNGAN Jalan nasional poros Bulungan-Malinau di Kalimantan Utara yang terputus sudah tersambung dengan perbaikan sementara sehingga bisa dilewati kendaraan bermotor, Jumat 22/1/2021.Sektor pertambangan memang menjadi lapangan usaha yang berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi Kaltara. Walakin, Badan Pusat Statistik mencatat, saat sektor pertambangan melemah, turut menyumbang kontraksi pertumbuhan ekonomi semakin dalam. Itu terlihat pada pertumbuhan ekonomi triwulan II-2020 yang terkontraksi minus 3,35 persen secara mengatakan, pencemaran air Sungai Malinau berulang akibat industri ekstraktif pertambangan perlu diselesaikan tuntas. Sebab, hal itu mengorbankan kesehatan lingkungan serta hak hidup masyarakat setempat.”Harus diusut pula dugaan pidana lingkungan hidupnya secara bersamaan, tidak hanya sekadar sanksi administratif,” katanya. Pihaknyamengaku melakukan pemantauan tiap tahun terakhir ada 79 titik pemantauan di 13 sungai yang dialokasikan dari APBD, dan 5 sungai APBN. Pencemaran SPH di Indonesia tidak hanya terdeteksi pada perairan, tetapi juga pada sedimen atau dasar perairan dan biota air. Jawa Tengah sebanyak 204 dari 600 petani bawang perempuan mengalami

Home Fenomena Alam Selasa, 06 Juni 2023 - 1453 WIBloading... Buaya di Taman Nasional Chitwan, kawasan lindung di kaki bukit Himalaya, Nepal, mengalami perubahan warna pada seluruh tubuhnya. Foto/Live Science/Twitter A A A KATHMANDU - Beberapa ekor buaya dan gharial buaya dengan mocong runcing di Taman Nasional Chitwan, kawasan lindung di kaki bukit Himalaya, Nepal , mengalami perubahan warna pada seluruh tubuhnya. Sekilas warna tubuh buaya dan gharial tampak coklat kemerahan seperti karat pada mencari tahu mengapa warna buaya dan gharial berubah menjadi coklat kemerahan, para peneliti berkolaborasi dengan Project Mecistops melakukan penelitian. Project Mecistops adalah sebuah proyek konservasi untuk melestarikan dan memperkenalkan kembali buaya moncong ramping Afrika Barat Mecistops cataphractus yang terancam punah di Pantai Gading dan di seluruh Afrika penelitian yang dilakukan diketahui, ternyata beberapa sungai memiliki kadar besi yang sangat tinggi. Penemuan ini dapat menjelaskan mengapa beberapa buaya mengalami perubahan warna menjadi coklat kemerahan seperti berkarat. Baca Juga “Ternyata beberapa sungai di daerah Chitwan memiliki kadar besi sangat tinggi, ketika besi bereaksi dengan oksigen untuk membentuk zat berwarna jingga yang disebut oksida besi. Buaya dan gharial yang menghabiskan banyak waktu di beberapa sungai, warna tubuhnya menjadi coklat kemerahan,” jelas Phoebe Griffith, peneliti postdoctoral di Leibniz Institute of Freshwater Ecology and Inland Fisheries, melalui utas Twitter pada 29 dan gharial menghabiskan sebagian besar waktunya di air dan sungai yang tercemar zat besi sehingga melapisi sisik dan gigi mereka dengan lapisan partikel berkarat. Tampilan kulit berwarna coklat kemerahan pada buaya dan gharial bersifat Aswini Kumar Singh, ahli zoologi dan peneliti satwa liar di India, mengatakan, partikel berkarat pada kulit buaya dan gharial dapat tersapu di perairan yang tidak tercemar zat besi. "Seharusnya hilang secara otomatis di air bersih," tulisnya di Twitter dikutip SINDOnews dari laman Live Science, Selasa 6/6/2023.Ini bukan reptil pertama yang tercatat mengalami perubahan warna akibat pencemaran lingkungan. Sebuah studi tahun 2016 di Jurnal Ekologi Afrika melaporkan bahwa buaya kerdil oranye Osteolaemus tetraspis yang tinggal di gua-gua di Gabon berubah menjadi oranye setelah terpapar guano kelelawar, yang mengandung urea tingkat tinggi. Baca Juga Oksida besi juga mengubah warna kulit aligator menjadi berwarna oranye di South Carolina pada tahun 2017. Penyebabnya diduga pencemaran zat besi pada sarang aligator yang setelah menghabiskan musim dingin di Gavialis gangeticus adalah buaya air tawar yang terancam punah yang memiliki moncong panjang dan sempit berujung. Gharial jantan dapat tumbuh dengan panjang sekitar 5 meter dan berat hingga 250 Zoological Society of London, populasi gharial di Nepal anjlok hingga 98% sejak tahun 1940-an karena perburuan yang berlebihan. Sebagian besar dari 200 gharial yang tersisa tinggal di Taman Nasional Chitwan, menghadapi ancaman polusi, penambangan, dan penurunan populasi Crocodylus palustris lebih tersebar luas dan menghuni rawa-rawa dan saluran air yang membentang dari Iran selatan hingga anak benua India. Mereka bermoncong lebar dan ukurannya mirip dengan gharial, tetapi beratnya bisa dua kali lipat karena ketebalannya. wib nepal buaya pencemaran sungai pencemaran lingkungan sungai Baca Berita Terkait Lainnya Berita Terkini More 2 jam yang lalu 4 jam yang lalu 6 jam yang lalu 14 jam yang lalu 15 jam yang lalu 16 jam yang lalu

PadaSungai Yang Belum Mengalami Pencemaran : Punca Pencemaran Sungai / Bilangan kematian berlebihan akibat pencemaran alam di china (selain merokok) dianggarkan pada 760,000 orang setahun akibat pencemaran udara dan air (termasuk pencemaran udara dalam). 08 Okt, 2021 Posting Komentar - Sejumlah LSM lingkungan seperti Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Walhi, Ecological Observation and Wetlands Conservation Ecoton, dan Aliansi Zero Waste Indonesia AZWI akan menyomasi Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan terkait pencemaran daerah aliran sungan DAS Ciliwung. Direktur Eksekutif Ecoton, Prigi Arisandi menyebut rencananya pekan ini pihaknya akan melayangkan somasi kepada Gubernur Anies. Sejumlah LSM lingkungan ini sebelumnya sudah melayangkan teguran kepada tiga gubernur di Pulau Jawa, yaitu Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil; Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo; Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa. Somasi dilayangkan karena para gubernur tersebut dinilai salah urus pengelolaan sampah hingga buruknya tata kelola sungai. Hal ini mengakibatkan pencemaran hingga kontaminasi mikroplastik di sungai Pulau Jawa seperti Sungai Ciliwung, Sungai Citarum, Sungai Brantas, dan Bengawan Solo. “Untuk Anies itu mungkin minggu ini, kami usahakan Minggu akan kita kirim ke Pak Anies untuk mensomasi karena kami masih mengolah data dulu. Kan untuk menyiapkan beberapa bukti-bukti gitu,” kata Prigi kepada reporter Tirto, Kamis 19/5/2022. Terkait somasi ini, kata Prigi, pihak Ganjar dan Khofifah sudah merespons somasi mereka, tetapi pihak Ridwan Kamil belum menjawab. “Kalau untuk yang Jawa Timur sama Jawa Tengah sudah ada respons, sudah dijawab. Tinggal nunggu Jawa Barat sih, belum direspons,” kata Sungai Nusantara Prigi mengatakan, somasi yang dilayangkan sejumlah LSM lingkungan ini sebagai tindak lanjut dari “Ekspedisi Sungai Nusantara” yang mereka lakukan. Awalnya mereka tidak memfokuskan ke Sungai Ciliwung, karena menurut mereka sudah banyak LSM nasional dan internasional yang berdomisili di Jakarta. Bahkan tadinya Prigi menganggap Sungai Ciliwung itu bersih sehingga mereka tidak memasukkan ke target operasinya. Awalnya, target operasi mereka hanya Sungai Citarum, Sungai Brantas, dan Sungai Bengawan Solo. Namun tiba-tiba seperti terpanggil untuk menyusuri Sungai Ciliwung dari Lenteng Agung hingga ke TB Simatupang. “Ternyata luar biasa. Kami prihatin, kami sedih, ternyata sungai ibu kota ini kok bau tinja,” ungkap Prigi. Lalu, mereka menghitung ada sekitar pohon-pohon dan semak-semak yang terlilit oleh sampah di sepanjang 12 kilometer. “Jadi saya dalam hati nih kecewalah. Ya bagaimana bisa menangani sungai nasional kalau sungai di Jakarta, ibu kota itu kemudian sungainya kotor, enggak terawat, enggak terlayani begitu,” kata juga Soal Krisis Ciliwung, LSM Lingkungan akan Somasi Anies Pekan Ini Cerita Warga Kali Ciliwung yang Hidup dan Terbiasa dengan Banjir Dia menyebut tim ekspedisi melihat kotoran sapi yang dibuang ke sungai, banyak rumah-rumah yang tidak memiliki septic tank dan langsung dibuang tinjanya ke Sungai Ciliwung, serta popok yang menjadi salah satu sampah yang mendominasi di sungai tersebut. “Jadi popok ini juga menyebarkan aroma kotoran manusia gitu,” tutur Prigi. Hal itu, kata dia, memalukan. Karena Indonesia memiliki Peraturan Pemerintah PP Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, di mana di dalamnya ada lampiran tentang baku mutu air sungai dan disebutkan bahwa sungai Indonesia harus nihil sampah. “Jadi artinya, kan, ya ini ada perbuatan yang melanggar hukum, yang punya sungai ini melanggar hukum. Ini, kan kewenangannya pusat, kewenangannya presiden. Jadi presiden ini punya kewenangan untuk mengelola sungai,” kata Prigi. Prigi menambahkan, “Ini kan menunjukkan, pemerintah itu kan kayak anak kecil, dia sering senang bermain, tapi enggak pandai membersihkan. Dia cuma mengotori, mengeksploitasi, merusak sungai, membuang limbah tanpa diolah, membiarkan industri membuang limbah, tapi dia tidak pandai menjaga sungai dari pencemaran,” tegas dia. Selain itu, dia menyebut semua sungai di Jawa itu sekarat Sungai Bengawan Solo, Brantas, Ciliwung, dan Citarum dalam keadaan sudah seperti tempat pembuangan sampah, padahal di hilir sungai untuk bahan baku air minum. “Ini sebenarnya pemerintah membunuh kita pelan-pelan, membiarkan kita minum air yang tercemar,” imbuh Prigi. Dia mengatakan temuan itu mereka dapatkan pada 15 Mei-16 Mei 2022. Di hari itu merupakan kegiatan susur sungai komunitas Ciliwung bersama Tim Ekspedisi Sungai Nusantara, mereka menemukan fakta lain terkait buruknya kualitas air Sungai juga Tarik Ulur Kebijakan Penerapan Cukai Plastik & Minuman Berpemanis Mendaki Gunungan Sampah dan Masalah Lama di TPST Piyungan Yogya Banyak Pembuangan Limbah Rumah Tangga ke Ciliwung Mereka menemukan masih banyak pembuangan limbah rumah tangga berupa kotoran manusia dan kotoran sapi yang dibuang langsung ke badan air. Di Kelurahan Lenteng Agung, Jagakarsa, Jakarta Selatan ditemukan beberapa pabrik tahu yang membuang limbah bersuhu tinggi serta menimbulkan bau menyengat. Kegiatan susur sungai ini melibatkan komunitas Ciliwung Saung Bambon, Komunitas Ciliwung Kedung Sahong, Ciliwung Institut, serta ada Water Witness. “Tidak semestinya ada kegiatan usaha yang membuang limbah cair langsung ke Ciliwung, seharusnya ada pengolahan limbah sebelum dibuang ke sungai, ditambah lagi dengan kotoran-kotoran sapi di bantaran Ciliwung yang menyumbangkan polusi nitrit dan aroma busuk,” ujar Penggiat Komunitas Ciliwung Tanjung Barat, Tyo lewat keterangan tertulis yang diterima Tirto, Kamis 19/5/2022. Sementara, dalam uji kadar nitrit Ciliwung menunjukkan kadar melampaui baku mutu air kelas II. Padahal menurut PP Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup mensyaratkan kadar nitrit dalam air Ciliwung tidak boleh lebih dari 0,06 miligram per liter mg/L. Peneliti Ecoton, Daru Setyorini melaporkan bahwa mereka menemukan kadar nitrit tertinggi Ciliwung sebesar 0,15 mg/L di wilayah Jalan Camar Cijantung. Tingginya kadar nitrit mengindikasikan adanya pencemaran bahan organik yang berasal dari tinja atau limbah dari kamar mandi. “Faktanya, terdapat pabrik tahu dan kandang sapi di lokasi pengambilan sampel air, yang sedang membuang limbah,” ungkap Daru. Selain pencemaran nitrit, tim ekspedisi juga menemukan tingginya kadar fosfat di Ciliwung wilayah Srengseng Sawah sebesar 0,5 part per million ppm, Jl Camar Cijantung 1,5 ppm, Kedung Sahing 0,6 ppm, dan di bawah Jembatan TB Simatupang sebesar 2 ppm. Padahal, baku mutu PP 22/2021 mensyaratkan bahwa sungai kelas 2 yang dimanfaatkan sebagai bahan baku Perusahaan Daerah Air Minum PDAM kadar fosfat tidak boleh melebihi juga Impor Sampah, Antara Kebutuhan Industri dan Pencemaran Lingkungan Presiden Jokowi Bentuk Tim Pengendalian Pencemaran Sungai Citarum Salah Urus Pengelolaan Sampah Melansir rilis Walhi baru-baru ini, Indonesia sudah dalam kondisi darurat sampah, dengan sebagian besar Tempat Pembuangan Akhir TPA sudah penuh dan masyarakat pasti akan menolak kalau daerahnya dijadikan lokasi TPA baru. Menurut mereka, penanganan sampah yang saat ini tersentralisasi dengan cara kumpul angkut buang ke TPA terbukti bukan cara yang tepat menangani sampah. Kemudian jarak transportasi sampah yang jauh harus ditempuh untuk mengangkut sampah dari penjuru kota ke satu titik penimbunan, sehingga sangat rawan mengalami kecelakaan dan gangguan. Cakupan pelayanan sampah hanya mampu menjangkau 30-40 persen populasi penduduk yang tinggal di pusat kota. Oleh karena itu, pemerintah harus meningkatkan cakupan layanannya agar semua wilayah perkotaan hingga perdesaan mendapat layanan pengelolaan sampah secara menyeluruh. Sebagai informasi, penduduk Indonesia setiap tahun menghasilkan lebih dari 8 juta ton sampah plastik dan hanya sekitar 3 juta ton yang mampu dikelola dengan baik. Sisanya, sebesar 5 juta ton sampah plastik ini salah urus karena ditangani dengan cara dibakar dan ditimbun secara open dumping atau sistem pembuangan sampah di tanah lapang terbuka, dibuang ke sungai sebesar 2,6 juta ton, dan pada akhirnya bermuara ke lautan sekitar 3,2 juta ton. Tingginya jumlah sampah plastik yang salah urus itu membuat Indonesia menjadi negara penyumbang sampah plastik terbesar kedua ke laut dunia setelah Cina. “Buruknya tata kelola sampah tersebut tidak terlepas dari budaya kumpul-angkut-buang yang sampai saat ini masih berjalan. Dengan skema ini, sampah yang dihasilkan dari sumber tidak terpilah dengan baik, sehingga menumpuk di satu tempat. Hal tersebut diperparah dengan minimnya upaya pengurangan sampah dari hulu juga menjadi faktor permasalahan sampah,” kata Co-Cordinator Aliansi Zero Waste Indonesia, Rahyang juga Anies DKI Sumbang Sampah Ton Perhari ke Bantargebang Pesepatu Roda di Jalan Jakarta antara Arogansi dan Sanksi Efek Jera Berdasarkan riset dari Dr. Jenna Jambeck pada 2015, kata Rahyang, Indonesia sebagai peringkat ke-2 pembuang sampah ke laut yang disebabkan karena mismanagement atau salah urus dalam tata kelola sampah. “Jangan sampai ada riset lain yang kembali menyebutkan hal yang serupa terkait mismanagement dalam bocornya sampah kita ke sungai. Pemerintah provinsi dalam hal ini gubernur harus memastikan pembinaan dan pengawasan terhadap pemerintah kabupaten/kota berjalan agar hal ini tidak terjadi,” ujar dia. Rahyang menambahkan, sejak 2012, pemerintah melalui PP Nomor 81 Tahun 2012 sudah memiliki regulasi terkait pengurangan dan pengelolaan sampah. Selain itu, ada regulasi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan KLHK Republik Indonesia melalui Peraturan Menteri Permen LHK tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah Oleh Produsen yang dikeluarkan tahun 2019. “Sayangnya sampai saat ini, kedua produk hukum tersebut belum dijalankan dengan baik sehingga permasalahan sampah semakin memburuk,” sambung dia. Sementara itu, di Jakarta sendiri, berdasarkan data yang berhasil dihimpun oleh Walhi, timbulan sampah harian Jakarta dari 2015 hingga 2020 cenderung mengalami peningkatan. Dari 2015 yang hanya sekitar ton, menjadi ton per hari pada 2020. Peningkatan tersebut diperparah dengan rendahnya jumlah sampah yang berhasil dikelola guna mengurangi beban TPA Bantargebang. Seperti yang terjadi pada 2020 misalnya, dari ton timbulan sampah harian, hanya 945 ton sampah yang berhasil dikelola. Sementara ton sisanya dibuang ke Bantargebang. “DKI Jakarta sudah memiliki cukup banyak produk hukum yang mengatur soal sampah. Sayangnya, produk hukum tersebut belum ditunjang oleh pelaksanaan yang maksimal. Alhasil, situasi ini mengakibatkan kondisi eksisting Sungai Ciliwung yang tercemar sampah sulit dibenahi dan bahkan semakin mengkhawatirkan,” kata Direktur Eksekutif Walhi DKI Jakarta, Suci Fitriah juga Pencemaran Bengawan Solo Limbah Alhokol, Popok, Ayam, Babi... Tim Ekspedisi Temukan Tinja hingga Kotoran Sapi Dibuang ke Ciliwung Pemerintah Gagal Kelola Sungai Pendiri Ecoton, Daru Setyorini menuturkan, kerusakan sungai di Jawa dikarenakan pemerintah tidak memprioritaskan pengendalian pencemaran air. Pengawasan pembuangan limbah cair industri tidak dilakukan dengan serius, sehingga industri tetap saja membuang limbah dengan pengolahan ala kadarnya. “Sementara institusi yang memiliki kewenangan pengelolaan sungai dan pengendalian pencemaran seperti Balai Besar Wilayah Sungai [BBWS], Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan hingga kepala daerah masih saling lempar tanggung jawab atas situasi krisis kualitas air sungai dan sampah,” imbuh dia. Berdasarkan rilis Walhi, pemulihan pencemaran dan perbaikan tata kelola sungai setidaknya membutuhkan 5 aspek yaitu 1 Instrumen hukum peraturan dan kebijakan pengelolaan sampah dan limbah; 2 Kelembagaan formal yang kuat mulai tingkat desa, kecamatan, kabupaten dan provinsi dalam pengelolaan sungai dan penegakan aturan pengendalian pencemaran; 3 Sarana prasarana pengelolaan sampah dan limbah yang mudah dioperasikan, efektif, efisien, rendah emisi dan ramah lingkungan; 4 Pelibatan aktif masyarakat dan komunitas peduli sungai; dan 5 Alokasi anggaran memadai untuk seluruh kebutuhan operasional biaya pengelolaan, edukasi, pengawasan dan penegakan Besar di Jawa Tercemar Sampah Plastik Saat ini kondisi sungai-sungai besar di Pulau Jawa tercemar sampah plastik yang terdegradasi menjadi mikroplastik dan telah mengontaminasi rantai makanan di sungai dan laut. Hasil penelitian Ecoton menemukan ikan di Sungai Ciliwung, Sungai Citarum, Sungai Brantas, dan Sungai Bengawan Solo telah terkontaminasi mikroplastik. Berdasarkan riset Ecoton di 4 lokasi perairan meliputi sungai dan laut, ditemukan hasil kelimpahan rata-rata mikroplastik pada ikan sebesar 20 partikel per ikan sampel Sungai Bengawan Solo, 42 partikel per ikan sampel Brantas, 68 partikel per ikan sampel Citarum dan 167 partikel per ikan sampel Kepulauan Seribu. Kontaminasi mikroplastik ini sudah masuk ke dalam tubuh manusia. Mikroplastik tersebut ditemukan di dalam tinja manusia, plasenta ibu hamil, paru-paru, dan di dalam darah. Ecoton menguji 102 sampel tinja manusia dan menemukan mikroplastik dalam 100 persen sampel tinja masyarakat serta pemimpin daerah di Jawa dan juga Kematian Tahanan di Rutan Polisi Kasus Kekerasan yang Berulang Event Formula E & Upaya Mengurangi Emisi Lewat Kendaraan Listrik Menurut Ecoton, banyaknya jumlah partikel mikroplastik dalam lambung ikan sangat mengkhawatirkan karena setiap mikroplastik mengandung bahan beracun aditif plasticizer yang bersifat pengganggu hormon atau endocrine disrupting chemicals EDC. Mikroplastik juga akan mengikat polutan-polutan dan patogen yang ada dalam media air yang akan ikut terserap masuk ke dalam tubuh ikan yang menelan mikroplastik. Bahan aditif plastik seperti ftalat, BPA, BPS, PFAS, dan Acrylate digunakan dalam berbagai produk plastik rumah tangga, padahal terindikasi dapat mengganggu fungsi hormon dan memicu kanker. Prigi mengatakan, sumber mikroplastik di sungai berasal dari point source limbah industri tekstil serta industri daur ulang plastik dan kertas, dan non point source dari timbunan sampah plastik yang tidak terkelola di daratan akhirnya dibuang ke sempadan sungai dan membanjiri sungai. Dia menambahkan, Sungai Brantas, Sungai Bengawan Solo, Sungai Citarum, dan Sungai Ciliwung merupakan sungai nasional yang memiliki peran vital bagi Indonesia karena selain sebagai air baku Perusahaan Daerah Air Minum PDAM, juga digunakan sebagai sumber irigasi bagi area pertanian yang menyuplai lebih dari 50 persen stok pangan nasional. “Jadi saat ini ada ancaman serius berupa mikroplastik yang mencemari sungai-sungai dan rantai makanan di Pulau Jawa. Pemerintah Indonesia perlu menerapkan parameter mikroplastik dan senyawa pengganggu hormon dalam parameter baku mutu kualitas air sungai,” ujar Prigi. Salah urus pengelolaan sampah hingga buruknya tata kelola sungai telah mengakibatkan pencemaran hingga kontaminasi mikroplastik di sungai Pulau Jawa, demikian rilis Walhi. “Para gubernur telah gagal dalam memenuhi tanggung jawab atas pemenuhan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat bagi warganya. Atas pertimbangan tersebut, kami melayangkan somasi atau teguran kepada para gubernur di Jawa agar segera merespons krisis kualitas air sungai dan sampah di wilayah administratif masing-masing,” demikian rilis juga Pencemaran Abu Batu Bara yang Buat Warga Marunda Jakut Menderita Punya Saham di KCN, DKI Mestinya Bisa Cegah Pencemaran Batu Bara Respons Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Dinas Lingkungan Hidup DLH Provinsi Daerah Khusus Ibukota DKI Jakarta hingga saat ini belum bisa memberikan tanggapan atas rencana beberapa organisasi lingkungan hidup yang akan melayangkan somasi ke Anies. DLH DKI sebut jika belum ada dokumen somasinya, mereka belum bisa menanggapi. “Belum bisa komentar kami. Kalau belum ada dokumen somasinya, kami belum bisa menanggapi,” ujar Humas DLH DKI Jakarta, Yogi Ikhwan kepada Tirto, Kamis 19/5/2022. Dia menjelaskan, upaya Pemprov DKI menekan jumlah sampah di Sungai Ciliwung adalah selain melakukan imbauan dan edukasi kepada warga di DAS Ciliwung, mereka juga melakukan penegakan hukum dengan memberikan denda bagi warga yang tertangkap tangan membuang sampah ke sungai tersebut. Mereka juga memiliki unit khusus pembersihan badan air. “Unit khusus ini mungkin yang pertama kali yang dimiliki pemerintah daerah, yaitu Unit Pengelola Kebersihan Badan Air [UPK BA] Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta,” kata DLHK DKI Jakarta melalui keterangan tertulis yang diterima Tirto. Pemprov DKI melalui DLH telah berupaya melakukan penanganan sampah, khususnya sampah badan air dengan melaksanakan penanganan sesuai standar operasional prosedur SOP oleh UPK BA, mengingat DKI Jakarta secara geografi dilalui oleh 13 sungai besar. Penanganan sampah dilakukan di titik rutin dan 10 titik khusus musim penghujan berupa sungai, kali, waduk, situ, dan saluran penghubung PHB yang tersebar di seluruh wilayah DKI Jakarta. Sungai Ciliwung sendiri yang menjadi salah satu sungai besar di Jakarta adalah salah satu titik fokus DLH DKI dalam menangani sampah badan air khususnya sampah plastik. Penanganan sampah sepanjang aliran Sungai Ciliwung hingga ke muara dapat dilakukan secara manual maupun menggunakan alat secara teknis. “Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta rutin melakukan pemantauan kualitas lingkungan termasuk kualitas air Sungai Ciliwung minimal dua kali per tahun sesuai PP Nomor 22 Tahun 2021 lampiran VI, namun memang mikroplastik merupakan emerging polutan yang belum diatur baku mutunya,” kata juga Sisi Gelap Batu Bara & Tantangan Indonesia Menuju Energi Bersih Efek Domino Bila Bank Indonesia Naikkan Suku Bunga Acuan Mengkaji Plus Minus Wacana Work from Anywhere bagi ASN Indonesia - Sosial Budaya Reporter Farid NurhakimPenulis Farid NurhakimEditor Abdul Aziz
Airsungai yang tercemar dapat menimbulkan berbagai macam penyakit bagi warga sekitar. Sementara itu akibat pencemaran sungai dilihat dari estetika lingkungan bisa diamati secara kasat mata. Sungai yang tidak sehat tentu terlihat memprihatinkan dan tidak elok utnuk dipandang, padahal salah satu fungsi sungai adalah sebagai sarana rekreari manusia.

Malang - Sejumlah sungai di Kabupaten Malang, Jawa Timur, tercemar limbah domestik dan industri. Ada pula yang mengalami sedimentasi akibat penggundulan hutan. Hal itu diungkapkan Kepala Badan Lingkungan Hidup BLH Kabupaten Malang Tridiyah Maistuti kepada Tempo, Kamis, 2 Juni 2016. Menurut Tridiyah, pencemaran sungai itu diketahui setelah BLH Kabupaten Malang melakukan empat kali pemantauan pada 2015. Pemantauan dilakukan di 50 lokasi. “Diukur dari indeks pencemarannya, air sungai itu sudah mengkhawatirkan,” katanya, Kamis, 2 Juni 2016. Tridiyah menjelaskan, pemantauan berpatokan pada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003 tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air. Hasilnya, 60 persen limbah yang mencemari sungai adalah limbah domestik, seperti tinja, air cucian, dan kotoran dapur. Dari pemantauan itu juga, diperoleh data nilai oksigen terlarut dissolve oxygen atau DO di beberapa sungai di bawah 4 miligram per liter. Rendahnya DO berdampak buruk pada kehidupan biota dan ekosistem air. Kandungan biological oxygen demand BOD dan chemical oxygen demand COD serta total material terlarut juga di bawah standar. Kondisi itu ditemukan pada sungai-sungai yang melintasi kawasan padat penduduk dan industri di Kecamatan Lawang, Singosari, dan Pakisaji, yakni Sungai Konto, Lekso, Lemurung, Sumber Metro, dan Brantas Pada November 2009, BLH menduga 16 perusahaan di Kecamatan Singosari dan Lawang membuang limbah ke sungai. Selain itu, sekitar perusahaan belum menyerahkan dokumen pengelolaan lingkungan hidup berupa analisis mengenai dampak lingkungan amdal, upaya kelola lingkungan UKL, dan upaya pemantauan lingkungan UPL. Setelah diberi peringatan keras dan pembinaan intensif, pada 2011, perusahaan yang belum menyerahkan dokumen-dokumen itu menjadi 259 atau 23,54 persen. “Penindakannya menjadi wewenang Satuan Polisi Pamong Praja,” tutur Tridiyah. Kepala Satpol PP Kabupaten Malang Bambang Istiawan mengatakan pihaknya akan melakukan penindakan bila ada pelimpahan kasus pencemaran dari BLH. Satpol PP akan menggunakan Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2010 tentang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hidup sebagai dasar penindakan. “Kami tidak bisa melakukan penindakan bila tidak ada bukti.” ABDI PURMONO

Melihatempat penyebab pencemaran sungai di atas, tentu ia dapat memberikan dampak buruk bagi lingkungan, di antaranya: Terjadinya banjir akibat penumpukan sampah di dasar sungai. Timbulnya berbagai penyakit dari mikroba pathogen yang berkembang di air sungai tercemar. Berkurangnya ketersediaan air bersih.

SINTANG – Sintang dialiri oleh sejumlah sungai yang telah lama dekat dengan aktivitas masyarakat. Dimanfaatkan untuk penyedia air, sarana transportasi, mata pencaharian, sampai rekreasi. Namun kabarnya sungai-sungai di Sintang sudah tercemar oleh aktivitas yang tak ramah lingkungan, Minggu 21/3. Direktur Sintang Freshwater Care SFC, Rayendra membenarkan tercemarnya sungai-sungai di Sintang. Pencemaran menurutnya merupakan masalah klasik yang belum terselesaikan. Sungai masih menjadi tempat pembuangan sampah rumah tangga, limbah industri, limbah bahan beracun dan berbahaya B3. “Itulah yang terjadi sekarang di Sungai Kapuas dan Sungai Melawi, dan hampir di semua anak sungai, seperti Sungai Ketungau, Sungai Merpauk, Sungai Tempunak, Sungai Serawai itu mengalami pencemaran oleh limbah industri, limbah rumah tangga. Sekarang terdegradasi akibat dari Penambangan Emas Tanpa Izin PETI dan pembangunan perkebunan sawit yang tidak mematuhi peraturan bufferzone,” ujar pria yang juga tergabung dalam tim penilai AMDAL Kabupaten Sintang ini. Buffer zone sendiri adalah kawasan sepanjang kiri kanan sungai yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai. Perusahaan sawit, kata Rayendra, diwajibkan untuk membentengi buffer zone sungai, danau dan anak-anak sungai dengan membangun pagar alam atau lahan 100 meter dari sungai, anak sungai, dan danau tidak boleh ditanami pohon sawit. Namun realitas di lapangan, bufferzone ini banyak dilanggar oleh perusahaan perkebunan sawit. “Sampai sekarang belum ada penyelesaian masalah bufferzone yang terkena penanaman pohon-pohon sawit,” ujarnya. Menurut pria yang akrab disapa Iin ini, pencemaran di Sungai Kapuas dan Sungai Melawi sudah cukup tinggi. Terutama berkaitan dengan naiknya endapan lumpur yang membawa kandungan logam berat yang membuat sungai itu beracun. Ditambah dengan zat-zat kimia dari perkebunan kelapa sawit dan merkuri dari PETI. Bahkan pencemaran di sungai-sungai tersebut sudah bisa berdampak pada kerusakan lingkungan dan kesehatan manusia. Bagi lingkungan, itu akan berdampak pada rusaknya ekosistem. Efek yang sudah terlihat adalah hilang dan berkurangnya spesies ikan di sungai. “Ikan semah itu dulu banyak di Sungai Melawi, sekarang sudah susah. Udang galah juga. Itu yang jadi persoalan,” ujarnya. “Sedangkan bagi manusia yang memanfaatkan air sungai untuk MCK mandi, cuci, kakus, apalagi untuk kebutuhan makan dan minum, itu akan menyebabkan timbulnya berbagai macam penyakit. Seperti kanker usus, kanker ginjal, dan lain-lain,” ujarnya. Dikhawatirkan lagi, limbah-limbah tersebut akan terkumpul di pertemuan Sungai Kapuas dan Sungai Melawi. Akibatnya, arsenik akan terkonsentrasi di daerah tersebut. “Yang paling parah menerima dampaknya ialah daerah Masuka ke arah hulu hingga Sepauk. Itu hasil penelitian kita bersama teman-teman Dinas Lingkungan Hidup kemarin dalam rangka pendataan baku mutu air kemarin,” katanya. Akar permasalahan yang mengakibatkan terus berlangsungnya pencemaran sungai ini menurutnya ada pada ketidaktegasan pengampu kebijakan menjalankan regulasi yang sudah ada. “Regulasi itu ada, tapi tidak berjalan seiringan dengan kebijakan yang dikeluarkan. Regulasi hanya penghias, tetapi tidak diterapkan langsung ke masyarakat,” ujarnya. Ia pun mengatakan, untuk menghentikan pencemaran di sungai-sungai, pemerintah pun harus mempertegas penerapan aturan. Serta secara rutin mengadakan sosialisasi berkaitan dengan dampak pencemaran terhadap lingkungan dan masyarakat. Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Lingkungan Hidup DLH Kabupaten Sintang, Edy Harmaini mengatakan, terkait pencemaran, DLH sesuai ketentuan, terus melakukan pemantauan kualitasnya. Menurutnya, sampai saat ini belum ditemukan pencemaran air sungai dengan kategori sedang atau berat. “Pada anak-anak sungai tertentu saja dengan kategori sedang seperti Sungai Masuka yang merupakan tampungan dari air limbah rumah tangga,” ujarnya. Ia menambahkan, apabila dalam pelaksanaan pengawasannya ditemukan pencemaran oleh limbah yang berbahaya, pihaknya akan menelusuri untuk mengetahui sumber pencemarannya serta akan dilakukan tindakan sesuai ketentuan yg berlaku. Sementara itu, sebagai penyedia air bersih, Perusahaan Umum Daerah Perumda Tirta Senentang pun memanfaatkan sungai sebagai sumber air bakunya. Terutama untuk kebutuhan dalam kota. Setidaknya ada 6 unit yang ada di Kecamatan Sintang yang menggunakan air baku dari Sungai Kapuas dan Sungai Melawi. Empat unit mengambil suplai air baku dari Sungai Kapuas dan 2 unit dari Sungai Kapuas. Di tengah maraknya isu pencemaran sungai oleh aktivitas PETI, perkebunan sawit, dan sampah rumah tangga, Direktur Perumda Tirta Senentang, Jane E. Wuysang mengatakan pihaknya terus berusaha selalu memastikan kualitas air bakunya. “Kami selalu perhatian terhadap isu tersebut pencemaran,” ujarnya. Seperti dengan menjalankan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492 tahun 2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum. Di pasal 4 ayat 3 Permenkes tersebut, dijelaskan bahwa pengawasan kualitas air meliputi inspeksi sanitasi, pengambilan sampel air, pengujian kualitas air, analisis hasil pemeriksaan laboratorium, serta membuat rekomendasi dan rencana tindak lanjut. Jane mengatakan, Perumda Tirta Senentang selalu mengirim sampel airnya ke Laboratorium Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat. Seperti untuk mengukur parameter wajib yang dikatakannya dilakukan setiap sebulan sekali. Seperti kandungan mikrobiologi, kimia an-organik, fisik air, dan kandungan kimiawi. Perumda Tirta Senentang, kata Jane, juga rutin melakukan pengecekan parameter tambahan untuk memantau kandungan bahan anorganik, pestisida, serta desinfektan dan hasil sampingannya. “Sejauh ini kandungan air baku masih aman. Masih bisa ditolerir dan kami punya treatment untuk mengatasinya,” pungkas Jane. ris SINTANG – Sintang dialiri oleh sejumlah sungai yang telah lama dekat dengan aktivitas masyarakat. Dimanfaatkan untuk penyedia air, sarana transportasi, mata pencaharian, sampai rekreasi. Namun kabarnya sungai-sungai di Sintang sudah tercemar oleh aktivitas yang tak ramah lingkungan, Minggu 21/3. Direktur Sintang Freshwater Care SFC, Rayendra membenarkan tercemarnya sungai-sungai di Sintang. Pencemaran menurutnya merupakan masalah klasik yang belum terselesaikan. Sungai masih menjadi tempat pembuangan sampah rumah tangga, limbah industri, limbah bahan beracun dan berbahaya B3. “Itulah yang terjadi sekarang di Sungai Kapuas dan Sungai Melawi, dan hampir di semua anak sungai, seperti Sungai Ketungau, Sungai Merpauk, Sungai Tempunak, Sungai Serawai itu mengalami pencemaran oleh limbah industri, limbah rumah tangga. Sekarang terdegradasi akibat dari Penambangan Emas Tanpa Izin PETI dan pembangunan perkebunan sawit yang tidak mematuhi peraturan bufferzone,” ujar pria yang juga tergabung dalam tim penilai AMDAL Kabupaten Sintang ini. Buffer zone sendiri adalah kawasan sepanjang kiri kanan sungai yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai. Perusahaan sawit, kata Rayendra, diwajibkan untuk membentengi buffer zone sungai, danau dan anak-anak sungai dengan membangun pagar alam atau lahan 100 meter dari sungai, anak sungai, dan danau tidak boleh ditanami pohon sawit. Namun realitas di lapangan, bufferzone ini banyak dilanggar oleh perusahaan perkebunan sawit. “Sampai sekarang belum ada penyelesaian masalah bufferzone yang terkena penanaman pohon-pohon sawit,” ujarnya. Menurut pria yang akrab disapa Iin ini, pencemaran di Sungai Kapuas dan Sungai Melawi sudah cukup tinggi. Terutama berkaitan dengan naiknya endapan lumpur yang membawa kandungan logam berat yang membuat sungai itu beracun. Ditambah dengan zat-zat kimia dari perkebunan kelapa sawit dan merkuri dari PETI. Bahkan pencemaran di sungai-sungai tersebut sudah bisa berdampak pada kerusakan lingkungan dan kesehatan manusia. Bagi lingkungan, itu akan berdampak pada rusaknya ekosistem. Efek yang sudah terlihat adalah hilang dan berkurangnya spesies ikan di sungai. “Ikan semah itu dulu banyak di Sungai Melawi, sekarang sudah susah. Udang galah juga. Itu yang jadi persoalan,” ujarnya. “Sedangkan bagi manusia yang memanfaatkan air sungai untuk MCK mandi, cuci, kakus, apalagi untuk kebutuhan makan dan minum, itu akan menyebabkan timbulnya berbagai macam penyakit. Seperti kanker usus, kanker ginjal, dan lain-lain,” ujarnya. Dikhawatirkan lagi, limbah-limbah tersebut akan terkumpul di pertemuan Sungai Kapuas dan Sungai Melawi. Akibatnya, arsenik akan terkonsentrasi di daerah tersebut. “Yang paling parah menerima dampaknya ialah daerah Masuka ke arah hulu hingga Sepauk. Itu hasil penelitian kita bersama teman-teman Dinas Lingkungan Hidup kemarin dalam rangka pendataan baku mutu air kemarin,” katanya. Akar permasalahan yang mengakibatkan terus berlangsungnya pencemaran sungai ini menurutnya ada pada ketidaktegasan pengampu kebijakan menjalankan regulasi yang sudah ada. “Regulasi itu ada, tapi tidak berjalan seiringan dengan kebijakan yang dikeluarkan. Regulasi hanya penghias, tetapi tidak diterapkan langsung ke masyarakat,” ujarnya. Ia pun mengatakan, untuk menghentikan pencemaran di sungai-sungai, pemerintah pun harus mempertegas penerapan aturan. Serta secara rutin mengadakan sosialisasi berkaitan dengan dampak pencemaran terhadap lingkungan dan masyarakat. Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Lingkungan Hidup DLH Kabupaten Sintang, Edy Harmaini mengatakan, terkait pencemaran, DLH sesuai ketentuan, terus melakukan pemantauan kualitasnya. Menurutnya, sampai saat ini belum ditemukan pencemaran air sungai dengan kategori sedang atau berat. “Pada anak-anak sungai tertentu saja dengan kategori sedang seperti Sungai Masuka yang merupakan tampungan dari air limbah rumah tangga,” ujarnya. Ia menambahkan, apabila dalam pelaksanaan pengawasannya ditemukan pencemaran oleh limbah yang berbahaya, pihaknya akan menelusuri untuk mengetahui sumber pencemarannya serta akan dilakukan tindakan sesuai ketentuan yg berlaku. Sementara itu, sebagai penyedia air bersih, Perusahaan Umum Daerah Perumda Tirta Senentang pun memanfaatkan sungai sebagai sumber air bakunya. Terutama untuk kebutuhan dalam kota. Setidaknya ada 6 unit yang ada di Kecamatan Sintang yang menggunakan air baku dari Sungai Kapuas dan Sungai Melawi. Empat unit mengambil suplai air baku dari Sungai Kapuas dan 2 unit dari Sungai Kapuas. Di tengah maraknya isu pencemaran sungai oleh aktivitas PETI, perkebunan sawit, dan sampah rumah tangga, Direktur Perumda Tirta Senentang, Jane E. Wuysang mengatakan pihaknya terus berusaha selalu memastikan kualitas air bakunya. “Kami selalu perhatian terhadap isu tersebut pencemaran,” ujarnya. Seperti dengan menjalankan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492 tahun 2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum. Di pasal 4 ayat 3 Permenkes tersebut, dijelaskan bahwa pengawasan kualitas air meliputi inspeksi sanitasi, pengambilan sampel air, pengujian kualitas air, analisis hasil pemeriksaan laboratorium, serta membuat rekomendasi dan rencana tindak lanjut. Jane mengatakan, Perumda Tirta Senentang selalu mengirim sampel airnya ke Laboratorium Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat. Seperti untuk mengukur parameter wajib yang dikatakannya dilakukan setiap sebulan sekali. Seperti kandungan mikrobiologi, kimia an-organik, fisik air, dan kandungan kimiawi. Perumda Tirta Senentang, kata Jane, juga rutin melakukan pengecekan parameter tambahan untuk memantau kandungan bahan anorganik, pestisida, serta desinfektan dan hasil sampingannya. “Sejauh ini kandungan air baku masih aman. Masih bisa ditolerir dan kami punya treatment untuk mengatasinya,” pungkas Jane. ris

Berdasarkandefinisi dalam Encyclopedia Britannica, pencemaran atau polusi air didefinisikan sebagai pelepasan zat ke dalam air dari berbagai sumber (air tanah permukaan, mata air, danau, sungai, laut, dan sebagainya) hingga melampaui batas aman dan mengganggu manfaat air maupun fungsi alami ekosistem air. Palembang ANTARA - Pimpinan dan pegawai PT Kilang Pertamina Internasional KPI Refinery Unit III Plaju Kilang Pertamina Plaju Palembang, Sumatera Selatan bersama warga Kota Palembang membersihkan sampah di Sungai Musi dalam rangka memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2023. Kegiatan pembersihan sampah plastik dan organik Kilang Pertamina Plaju Beberes di Sungai Musi dipusatkan di kawasan daerah aliran sungai Kelurahan 12 Ulu Palembang, Sabtu, dipimpin Pjs GM PT Kilang Pertamina Internasional Refinery Unit III Plaju Antoni R Doloksaribu. Kegiatan 'Beberes Sungai Musi' bersama PT KPI RU III diikuti ratusan pegawai Pertamina, warga di daerah aliran Sungai Musi, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan DLHK Palembang Akhmad Mustain, serta Asisten Administrasi dan Umum Pemprov Sumsel Kurniawan. Pjs GM PT KPI Refinery Unit III Plaju Antoni menjelaskan Sungai Musi memiliki peran penting sebagai sumber air, mata pencarian masyarakat, dan transportasi. Kondisi Sungai Musi akhir-akhir ini tercemar sampah plastik dan dikotori sampah organik dari berbagai aktivitas masyarakat dan industri di sepanjang daerah aliran sungai. Berdasarkan data DLHK Palembang, aktivis lingkungan, dan sumber lainnya terdapat sekitar 91 ton sampah mencemari Sungai Musi setiap harinya. Pencemaran sungai tidak boleh terus dibiarkan berlanjut karena bisa menimbulkan dampak bagi keberlangsungan hidup masyarakat/warga di Kota Palembang dan sepanjang daerah aliran Sungai Musi yang mengandalkan pemenuhan kebutuhan airnya dari sungai tersebut serta dapat merusak ekosistem. Dampak dari pencemaran terutama sampah plastik yang dibuang masyarakat ke Sungai Musi, ikan endemik seperti baung, patin, dan belida mengalami penurunan jumlah populasinya. Melihat kondisi sungai yang cukup memprihatinkan, Kilang Pertamina Plaju yang beroperasi di daerah aliran Sungai Musi terpanggil untuk bersama-sama masyarakat melakukan kegiatan pembersihan sungai. "Kami menyadari pentingnya menjaga kebersihan dan pelestarian Sungai Musi sebagai sumber kehidupan masyarakat, sumber air, transportasi, dan ekonomi. Untuk itu kami berupaya meningkatkan partisipasi dan kepedulian masyarakat bersama-sama mencegah terjadinya pencemaran yang lebih parah dan melakukan upaya pelestariannya," ujarnya. Untuk melestarikan Sungai Musi, selain melakukan kegiatan pembersihan sampah bersama-sama masyarakat, pihaknya juga berupaya melakukan penebaran ribuan bibit ikan berbagai jenis yang populasinya terus berkurang. "Bersamaan kegiatan Beberes Sungai Musi ini, pegawai dan pimpinan BUMN PT Pertamina di seluruh Indonesia juga melakukan pembersihan pantai dan lingkungan di daerah sekitar operasional perusahaan dalam rangka memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia," kata Antoni. Baca juga PLN NTT tanam bibit bakau di empat wilayah pesisir NTT Sementara Asisten Administrasi dan Umum Pemprov Sumsel Kurniawan pada kesempatan itu mengapresiasi kegiatan pembersihan sampah bersama masyarakat yang dilakukan pimpinan dan pegawai PT KPI Refinery Unit III Plaju Kilang Pertamina Plaju. Kegiatan gotong royong tersebut sangat positif dan diharapkan dapat terus dilakukan sehingga bisa menjadi budaya masyarakat di sepanjang daerah aliran Sungai Musi. "Sampah yang dibuang ke Sungai Musi akhir-akhir ini jumlahnya terus meningkat, untuk mencegah sampah semakin banyak mencemari sungai diperlukan solusi yang tepat dan edukasi yang bisa menumbuhkan budaya masyarakat peduli terhadap sungai dan lingkungan sekitar," ujar Kurniawan. Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan DLHK Palembang Akhmad Mustain menambahkan perlu dilakukan penguatan infrastruktur penanganan sampah di Sungai Musi yang volumenya mencapai 91 ton per hari. Selain memperkuat infrastruktur penanganan sampah, pihaknya juga terus berupaya mengajak semua pihak melakukan berbagai kegiatan yang dapat membangun kesadaran warga kota tidak membuang sampah sembarangan seperti yang dilakukan pihak PT Kilang Pertamina Internasional KPI Refinery Unit III Plaju Kilang Pertamina Plaju, ujar Kepala DLHK Palembang itu. Baca juga Iriana Joko Widodo lakukan pengomposan sampah organik di Tampaksiring Baca juga Pemkot Denpasar tanam pohon peringati Hari Lingkungan Hidup SeduniaPewarta Yudi AbdullahEditor Triono Subagyo COPYRIGHT © ANTARA 2023 Lhed.
  • ouk1m7dsto.pages.dev/176
  • ouk1m7dsto.pages.dev/564
  • ouk1m7dsto.pages.dev/93
  • ouk1m7dsto.pages.dev/346
  • ouk1m7dsto.pages.dev/119
  • ouk1m7dsto.pages.dev/422
  • ouk1m7dsto.pages.dev/279
  • ouk1m7dsto.pages.dev/159
  • pada sungai yang belum mengalami pencemaran