b s. Dhammapada ( bahasa Pali) atau Dharmapada ( bahasa Sanskerta) merupakan salah satu kitab suci Agama Buddha dari bagian Khuddaka Nikāya, yang merupakan salah satu bagian dari Sutta Pitaka. Dhammapada terdiri dari 26 vagga (bab) atau 423 bait . KISAH ā€œKATA-KATA KEBAHAGIAAN SANG BUDDHAā€ Dhammapada XI 153-154 Dua syair ini, syair 153 dan 154 Kitab Suci Dhammapada, adalah ungkapan tulus dan mendalam dari kebahagiaan yang dirasakan Sang Buddha pada saat Beliau mencapai Penerangan Sempurna. Syair-syair ini diulang di Vihara Jetavana atas permintaan dari Yang Ariya Ananda. Pangeran Siddhattha, dari keluarga Gotama, anak dari Raja Suddhodana dan Ratu Maya dari kerajaan suku Sakya, meninggalkan keduniawian pada usia 29 tahun dan menjadi pertapa untuk mencari Kebenaran Dhamma. Selama 6 tahun Beliau mengembara di Lembah Gangga, menemui pemimpin-pemimpin agama yang terkenal, belajar ajaran dan metodenya. Beliau hidup dengan keras dan menyerahkan dirinya pada peraturan pertapaan yang keras. Tetapi ia merasa semua latihan itu tidak berguna. Akhirnya, Beliau memutuskan untuk menemukan kebenaran dengan jalannya sendiri, dan menghindari dua jalan ekstrim dari pemuasan kenikmatan yang berlebihan dan penyiksaan diri sendiri. Beliau menemukan "Jalan Tengah", yang menuju kebebasan mutlak, nibbana. Jalan Tengah ini adalah jalan mulia berfaktor delapan, yaitu Pengertian Benar, Pikiran Benar, Perkataan Benar, Perbuatan Benar, Mata pencaharian Benar, Daya-upaya Benar, Kesadaran Benar, dan Konsentrasi Benar. Pada suatu sore, duduk di bawah pohon Bodhi, di tepi Sungai Neranjara, Pertapa Siddhattha Gotama mencapai "Penerangan Sempurna" Bodhi-nana atau Sabbannutanana pada usia tiga puluh lima tahun. Pada saat malam jaga pertama, Siddhattha mencapai kemampuan batin pengetahuan kelahiran-Nya sendiri yang lampau Pubbenivasanussati-nana. Pada saat malam jaga kedua, Beliau mencapai kemampuan batin pengetahuan penglihatan tembus Dibbacakkhu-nana. Kemudian pada malam jaga ketiga, Beliau memahami hukum sebab akibat yang saling bergantungan Patticcasamuppada dalam hal kemunculan Anuloma demikian pula pengakhiran Patiloma. Menjelang fajar, Siddhattha Gotama dengan kemampuan akal-budinya, dan pandangannya yang terang mampu menembus pengetahuan "Empat Kebenaran Mulia". Empat Kebenaran Mulia adalah kebenaran mulia tentang penderitaan Dukkha Ariya Sacca, kebenaran mulia tentang asal mula penderitaan Dukkha Samudaya Ariya Sacca, kebenaran mulia tentang akhir penderitaan Dukkha Nirodha Ariya Sacca, dan kebenaran mulia tentang jalan menuju akhir penderitaan Dukkha Nirodha Gamini Patipada Ariya Sacca. Terdapat juga dalam diri Beliau, dengan segala kemurniannya, pengetahuan tentang keberadaan "kebenaran mulia" Sacca-nana, pengetahuan tentang perlakuan yang diharapkan terhadap "kebenaran mulia" itu Kicca-nana dan pengetahuan tentang telah dipenuhinya perlakuan yang diharapkan terhadap "kebenaran mulia" itu Kata-nana, dengan demikian Beliau mencapai "Sabbannuta-nana" Bodhi-nana dari seorang Buddha. Sejak saat ini Beliau dikenal sebagai Buddha Gotama. Dalam hal ini, perlu dicatat jika "Empat Kebenaran Mulia", dengan tiga aspek tersebut di atas jadi keseluruhan ada 12 cara telah benar-benar jelas bagi Beliau, barulah Sang Buddha mengumumkan kepada umat manusia, para dewa, dan para brahma, bahwa Beliau telah mencapai "Penerangan Sempurna", dan menjadi seorang "Buddha". Pada saat pencapaian tingkat ke-Buddha-an, Beliau membabarkan syair 153 dan 154 berikut ini Dengan melalui banyak kelahiran aku telah mengembara dalam samsara siklus kehidupan. Terus mencari, namun tidak kutemukan pembuat rumah ini. Sungguh menyakitkan kelahiran yang berulang-ulang ini. 153 O, pembuat rumah, engkau telah ku lihat, engkau tak dapat membangun rumah lagi. Seluruh atapmu telah runtuh dan tiangmu belandarmu telah patah. Sekarang batinku telah mencapai "Keadaan Tak Berkondisi" Nibbana. Pencapaian ini merupakan akhir daripada nafsu keinginan. 154 ā„¢]˜ Sumber Dhammapada Atthakatha —Kisah-kisah Dhammapada, Bhikkhu Jotidhammo editor, Vidyasena Vihara Vidyaloka, Yogyakarta, 1997. Asadha Lestarikan Dhamma Demi Kebahagiaan. Selasa, 15 Juli 2008. Bhagavant.com, Jakarta, Indonesia - Setelah dua bulan berlalu dari bulan Vesak, kini tiba saatnya umat Buddha kembali memperingati peristiwa penting di bulan Juli ini. Sebuah peristiwa dimana Sang Buddha membabarkan Dhamma yang Ia temukan kembali untuk pertama kalinya. Dua syair ini, syair 153 dan 154 Kitab Suci Dhammapada, adalah ungkapan tulus dan mendalam dari kebahagiaan yang dirasakan Sang Buddha pada saat Beliau mencapai Penerangan Sempurna. Syair-syair ini diulang di Vihara Jetavana atas permintaan dari Yang Ariya Ananda. Pangeran Siddhattha, dari keluarga Gotama, anak dari Raja Suddhodana dan Ratu Maya dari kerajaan suku Sakya, meninggalkan keduniawian pada usia 29 tahun dan menjadi pertapa untuk mencari Kebenaran Dhamma. Selama 6 tahun Beliau mengembara di Lembah Gangga, menemui pemimpin-pemimpin agama yang terkenal, belajar ajaran dan metodenya. Beliau hidup dengan keras dan menyerahkan dirinya pada peraturan pertapaan yang keras. Tetapi ia merasa semua latihan itu tidak berguna. Akhirnya, Beliau memutuskan untuk menemukan kebenaran dengan jalannya sendiri, dan menghindari dua jalan ekstrim dari pemuasan kenikmatan yang berlebihan dan penyiksaan diri sendiri. Beliau menemukan ā€œJalan Tengahā€, yang menuju kebebasan mutlak, nibbana. Jalan Tengah ini adalah jalan mulia berfaktor delapan, yaitu Pengertian Benar, Pikiran Benar, Perkataan Benar, Perbuatan Benar, Mata pencaharian Benar, Daya-upaya Benar, Kesadaran Benar, dan Konsentrasi Benar. Pada suatu sore, duduk di bawah pohon Bodhi, di tepi Sungai Neranjara, Pertapa Siddhattha Gotama mencapai ā€œPenerangan Sempurnaā€ Bodhi-nana atau Sabbannutanana pada usia tiga puluh lima tahun. Pada saat malam jaga pertama, Siddhattha mencapai kemampuan batin pengetahuan kelahiran-Nya sendiri yang lampau Pubbenivasanussati-nana. Pada saat malam jaga kedua, Beliau mencapai kemampuan batin pengetahuan penglihatan tembus Dibbacakkhu-nana. Kemudian pada malam jaga ketiga, Beliau memahami hukum sebab akibat yang saling bergantungan Patticcasamuppada dalam hal kemunculan Anuloma demikian pula pengakhiran Patiloma. Menjelang fajar, Siddhattha Gotama dengan kemampuan akal-budinya, dan pandangannya yang terang mampu menembus pengetahuan ā€œEmpat Kebenaran Muliaā€. Empat Kebenaran Mulia adalah kebenaran mulia tentang penderitaan Dukkha Ariya Sacca, kebenaran mulia tentang asal mula penderitaan Dukkha Samudaya Ariya Sacca, kebenaran mulia tentang akhir penderitaan Dukkha Nirodha Ariya Sacca, dan kebenaran mulia tentang jalan menuju akhir penderitaan Dukkha Nirodha Gamini Patipada Ariya Sacca. Terdapat juga dalam diri Beliau, dengan segala kemurniannya, pengetahuan tentang keberadaan ā€œkebenaran muliaā€ Sacca-nana, pengetahuan tentang perlakuan yang diharapkan terhadap ā€œkebenaran muliaā€ itu Kicca-nana dan pengetahuan tentang telah dipenuhinya perlakuan yang diharapkan terhadap ā€œkebenaran muliaā€ itu Kata-nana, dengan demikian Beliau mencapai ā€œSabbannuta-nanaā€ Bodhi-nana dari seorang Buddha. Sejak saat ini Beliau dikenal sebagai Buddha Gotama. Dalam hal ini, perlu dicatat jika ā€œEmpat Kebenaran Muliaā€, dengan tiga aspek tersebut di atas jadi keseluruhan ada 12 cara telah benar-benar jelas bagi Beliau, barulah Sang Buddha mengumumkan kepada umat manusia, para dewa, dan para brahma, bahwa Beliau telah mencapai ā€œPenerangan Sempurnaā€, dan menjadi seorang ā€œBuddhaā€. Pada saat pencapaian tingkat ke-Buddha-an, Beliau membabarkan syair 153 dan 154 berikut ini ā€œDengan melalui banyak kelahiran aku telah mengembara dalam samsara siklus kehidupan. Terus mencari, namun tidak kutemukan pembuat rumah ini. Sungguh menyakitkan kelahiran yang berulang-ulang ini. O, pembuat rumah, engkau telah ku lihat, engkau tak dapat membangun rumah lagi. Seluruh atapmu telah runtuh dan tiangmu belandarmu telah patah. Sekarang batinku telah mencapai ā€œKeadaan Tak Berkondisiā€ Nibbana. Pencapaian ini merupakan akhir daripada nafsu keinginan.ā€
Kepercayaanadalah saudara yang paling baik. Nibbāna adalah kebahagiaan yang tertinggi. (Dhammapada 204) DOWNLOAD AUDIO. Kitab Suci Dhammapada merupakan salah satu kitab dalam Agama Buddha yang terdapat dalam Khuddaka Nik?ya. Memuat khotbah-khotbah Sang Buddha yang disusun dalam bentuk syair dengan jumlah 423 syair.
XV. KEBAHAGIAAN 1. 197 Sungguh bahagia jika kita hidup tanpa membenci di antara orang-orang yang membenci; di antara orang-orang yang membenci, kita hidup tanpa benci. Cerita terjadinya syair ini… 2. 198 Sungguh bahagia jika kita hidup tanpa penyakit di antara orang-orang yang berpenyakit; di antara orang-orang yang berpenyakit, kita hidup tanpa penyakit. Cerita terjadinya syair ini… 3. 199 Sungguh bahagia jika kita hidup tanpa keserakahan di antara orang-orang yang serakah; di antara orang-orang yang serakah, kita hidup tanpa keserakahan. Cerita terjadinya syair ini… 4. 200 Sungguh bahagia hidup kita ini apabila sudah tidak terikat lagi oleh rasa ingin memiliki. Kita akan hidup dengan bahagia bagaikan dewa-dewa di alam yang cemerlang. Cerita terjadinya syair ini… 5. 201 Kemenangan menimbulkan kebencian, dan yang kalah hidup dalam penderitaan. Setelah dapat melepaskan diri dari kemenangan dan kekalahan, orang yang penuh damai akan hidup bahagia. Cerita terjadinya syair ini… 6. 202 Tiada api yang menyamai nafsu; tiada kejahatan yang menyamai kebencian; tiada penderitaan yang menyamai kelompok kehidupan khandha; dan tiada kebahagiaan yang lebih tinggi daripada Kedamaian Abadi’ nibbana. Cerita terjadinya syair ini… 7. 203 Kelaparan merupakan penyakit yang paling berat. Segala sesuatu yang berkondisi merupakan penderitaan yang paling besar. Setelah mengetahui hal ini sebagaimana adanya, orang bijaksana memahami bahwa nibbana merupakan kebahagiaan tertinggi. Cerita terjadinya syair ini… 8. 204 Kesehatan adalah keuntungan yang paling besar. Kepuasan adalah kekayaan yang paling berharga. Kepercayaan adalah saudara yang paling baik. Nibbana adalah kebahagiaan yang tertinggi. Cerita terjadinya syair ini… 9. 205 Setelah mencicipi rasa penyepian dan ketentraman, maka ia akan bebas dari duka-cita dan tidak ternoda, serta mereguk kebahagiaan dalam Dhamma. Cerita terjadinya syair ini… 10. 206 Bertemu dengan para ariya adalah baik, tinggal bersama mereka merupakan suatu kebahagiaan, orang akan selalu berbahagia bila tak menjumpai orang bodoh. Cerita terjadinya syair ini… 11. 207 Seseorang yang sering bergaul dengan orang bodoh pasti akan meratap lama sekali. Karena bergaul dengan orang bodoh adalah penderitaan seperti tinggal bersama musuh. Tetapi, siapa yang tinggal bersama orang bijaksana akan berbahagia, sama seperti sanak keluarga yang kumpul bersama. Cerita terjadinya syair ini… 12. 208 Karena itu, ikutilah orang yang pandai, bijaksana, terpelajar, tekun, patuh dan mulia; hendaklah engkau selalu dekat dengan orang yang bajik dan pandai seperti itu, bagaikan bulan mengikuti peredaran bintang. Cerita terjadinya syair ini… 1 hendaklah ia bergaul dengan orang bijaksana itu. Sungguh baik dan tidak tercela bergaul dengan orang yang bijaksana. Cerita terjadinya syair ini:. 2. orang bijaksana akan dicintai oleh orang yang baik dan dijauhi oleh orang yang jahat. Cerita terjadinya syair ini:. 3. bergaullah dengan orang yang berbudi luhur.
Dhammapada bahasa Pali atau Dharmapada bahasa Sanskerta merupakan salah satu kitab suci Agama Buddha dari bagian Khuddaka Nikāya, yang merupakan salah satu bagian dari Sutta Pitaka. Dhammapada terdiri dari 26 vagga bab atau 423 bait. Bab 1 YAMAKA VAGGA 2 APPAMADA VAGGA 3 CITTA VAGGA 4 PUPHA VAGGA 5 BALA VAGGA 6 PANDITA VAGGA 7 ARAHANTA VAGGA 8 SAHASSA VAGGA 9 PAPA VAGGA 10 DANDA VAGGA 11 JARA VAGGA 12 ATTA VAGGA 13 LOKA VAGGA 14 BUDDHA VAGGA 15 SUKHA VAGGA 16 PIYA VAGGA 17 KODHA VAGGA 18 MALA VAGGA 19 DHAMMATTHA VAGGA 20 MAGGA VAGGA 21 PAKINNAKA VAGGA 22 NIRAYA VAGGA 23 NAGA VAGGA 24 TANHA VAGGA 25 BHIKKHU VAGGA 26 BRAHMANA VAGGA YAMAKA VAGGA Bab pertama ini berisikan Syair-syair Kembar, terdiri atas dua puluh ayat sebagai berikut. Segala perbuatan buruk didahului oleh pikiran, dipimpin oleh pikiran, dan dihasilkan oleh pikiran. Bila seseorang berbicara atau berbuat dengan pikiran tidak suci, penderitaan pun akan mengikuti, seperti roda pedati mengikuti jejak kaki lembu yang menariknya. 1 Segala perbuatan baik didahului oleh pikiran, dipimpin oleh pikiran, dan dihasilkan oleh pikiran. Bila sesseorang berbicara atau berbuat dengan pikiran suci, kebahagiaan pun akan mengikuti, seperti bayang-banyang tak pernah meninggalkan dirinya. 2 ā€œIa menghinaku, ia memukulku, ia mengalahkanku, ia merampas milikku,ā€ – kebencian dalam diri mereka yang diracuni pikiran-pikiran seperti itu, tak akan pernah berakhir. 3 ā€œIa menghinaku, ia memukulku, ia mengalahkankanku, ia merampas milikku,ā€ – kebencian dalam diri mereka yang telah bebas dari pikiran-pikiran seperti itu, akan segera berakhir. 4 Kebencian tak dapat dipadamkan dengan kebencian. Hanya sikap tidak membenci yang dapat mengakhirinya. Inilah hukum yang abadi. 5 Banyak orang tidak menyadari, bahwa dalam permusuhan mereka akan binasa. Bagi yang telah sadar, segala permusuhan pun segera diakhiri. 6 Mara menjerat orang yang hidupnya hanya mencari kesenangan, indra-indrianya tak terkendali, makan berlebihan, bermalas-malas, dan lemah hati, seperti angin yang menumbangkan pohon yang lapuk. 7 Mara tak berdaya menjerat orang yang pikirannya tidak terikat oleh kesenangan-kesenangan, indria-indrianya terkuasai, makannya sederhana, penuh keyakinan, dan tekun merenungkan ā€œketidaksucianā€, seperti angin tak mampu menggoyahkan sebuah gunung batu. 8 Orang yang belum terbebas dari noda, yang tak mampu mengendalikan diri, dan tidak mengerti kebenaran, tidaklah layak mengenakan jubah kuning. 9 Sesungguhnya ia yang telah membuang segala noda, berkelakuan baik, diberkahi pengendalian diri dan kebenaran, yang layak mengenakan jubah kuning. 10 Mereka yang membayangkan ketidakbenaran sebagai Kebenaran, dan menganggap Kebenaran sebagai ketidakbenaran,-mendasarkan dirinya pada pikiran keliru dan tak pernah dapat melihat Kesunyataan. 11 Tapi mereka yang mengetahui Kebenaran sebagai Kebenaran, dan ketidakbenaran sebagai ketidakbenaran,-mendasarkan dirinya pada pikiran benar sehingga dapat melihat Kesunyataan. 12 Seperti hujan menembus rumah beratap tipis, begitulah nafsu dengan mudah merasuk ke dalam pikiran yang tidak terlatih. 13 Seperti hujan tidak dapat menembus rumah beratap kuat, begitulah nafsu tak kuasa merasuk ke dalam pikiran yang terlatih. 14 Di sini ia menderita, begitu pula di alam berikutnya. Pembuat kejahatan menderita di kedua alam, dan merana melihat hasil perbuatan buruknya. 15 Di sini ia berbahagia, begitu pula di alam berikutnya. Pembuat kebajikan berbahagia di kedua alam, terlebih lagi setelah melihat hasil perbuatan baiknya. 16 Di sini ia bersedih, begitu pula di alam berikutnya. Pembuat kejahatanbersedih hati di kedua alam. Ia bersedih mengingat kejahatan yang telah dilakukannya, terlebih lagi setelah jatuh ke dalam penderitaan. 17 Di sini ia bergembira, begitu pula di alam berikutnya. Pembuat kebajikan bergembira di kedua alam. Ia bergembira mengingat kebajikan yang telah dilakukannya, terlebih lagi setelah mengecap kebahagiaan. 18 Orang yang meskipun banyak membaca kitab suci, tapi tidak berbuat sesuai Ajaran, seperti gembala yang menghitung sapi milik orang lain, tidak akan beroleh manfaat Kehidupan suci. 19 Orang yang meskipun sedikit membaca kitab suci, tapi berbuat sesuai Ajaran, menyingkirkan nafsu, kebencian, dan kebodohan, memiliki Pengetahuan benar, batin yang bebas, dan tidak terikat pada kehidupan sekarang maupun yang akan datang; akan beroleh manfaat Kehidupan suci. 20 APPAMADA VAGGA Berisikan sabda-sabda Buddha Gotama tentang Kesadaran. CITTA VAGGA Bab ini berisikan kotbah Buddha tentang Pikiran. PUPHA VAGGA Pupha Vagga membahas tentang Bunga-bunga. BALA VAGGA Bab tersebut berisi syair Orang-orang Dungu. PANDITA VAGGA Bab keenam ini berisi tentang Orang Bijaksana. ARAHANTA VAGGA Bab Arahanta Vagga berisi bait Arahat. SAHASSA VAGGA Sahassa Vagga juga dikenal membahas topik Beribu-ribu. PAPA VAGGA Papa Vagga memaparkan tentang Kejahatan. DANDA VAGGA Bab kesepuluh ini berisi bait Hukuman. JARA VAGGA Topik Usia Tua dibahas dalam bab tersebut. ATTA VAGGA Bait mengenai Diri Sendiri tertulis dalam bab ini. LOKA VAGGA Loka Vagga membahas tentang Dunia. BUDDHA VAGGA Bait-bait tentang Buddha terdapat dalam bab keenam-belas ini. SUKHA VAGGA Ayat-ayat Kebahagiaan terangkum dalam Sukha Vagga. PIYA VAGGA Piya Vagga berisikan ayat-ayat Cinta Kasih. KODHA VAGGA Vagga ini membahas tentang Kemarahan. MALA VAGGA Mala Vagga berisi ayat Noda-noda. DHAMMATTHA VAGGA Topik mengenai Orang Adil terdapat dalam bab ini. MAGGA VAGGA Ayat Sang Jalan tertulis dalam Magga Vagga. PAKINNAKA VAGGA Pakinnaka Vagga merangkum ayat Bunga Rampai. NIRAYA VAGGA Pembahasan Neraka terdapat dalam vagga tersebut. NAGA VAGGA Naga Vagga berisi tentang Syair-syair Gajah. TANHA VAGGA Nafsu Keinginan diulas dalam Tanha Vagga. BHIKKHU VAGGA Vagga kedua-puluh-lima ini berisi tentang Bhkikkhu atau Pertapa. BRAHMANA VAGGA Bab terakhir Dhammapada ini mengulas topik Brahmana. Referensi Istilah-Istilah Bab-1, Syair-syair Kembar, yamaka vagga] Bab-2, Kewaspadaan, [appamada vagga] Bab-3, Pikiran, citta vagga] Bab-4, Bunga-bunga, [puppha vagga] Bab-5, Orang Bodoh, [bala vagga] Bab-6, Orang Bijaksana, [pandita vagga] Bab-7, Arahat, [arahanta vagga] Bab-8, Ribuan, [sahassa vagga] Bab-9, Kejahatan, [papa vagga] Bab-10, Hukuman, [danda vagga] Bab-11, Usia Tua, [jara vagga] Bab-12, Diri Sendiri, [atta vagga] Bab-13, Dunia, [loka vagga] Bab-14, Buddha, [buddha vagga] Bab-15, Kebahagiaan, [sukha vagga] Bab-16, Kecintaan, [piya vagga] Bab-17, Kemarahan, [kodha vagga] Bab-18, Noda-noda, [mala vagga] Bab-19, Orang Adil, [dhammattha vagga] Bab-20, Jalan, [magga vagga] Bab-21, Bunga Rampai, [pakinnaka vagga] Bab-22, Neraka, [niraya vagga] Bab-23, Gajah, [naga vagga] Bab-24, Nafsu Keinginan, [tanha vagga] Bab-25, Bikkhu, [bhikkhu vagga] Bab-26, Brahmana, brahmana vagga]
Syairtentang cinta kasih. 2. DHAMMAPADA. "Kata-kata dari Dhamma", kumpulan 423 bait dalam 26 vagga. 3. Sang Buddha menjawab pertanyaan-pertanyaan yakkha Alavaka mengenai kebahagiaan, pengertian, jalan ke Nibbana. Vijaya Sutta. Suatu analisa tubuh dalam bagian-bagian pokoknya (yang tidak bersih) dan sebutan bhikkhu yang mencapai Nibbana
Buddha bersabda dalam Dhammapada syair 182, Kiccho manussapa?il?bho adalah sangat sulit untuk dapat terlahir sebagai kini berada di alam manusia, yang Sang Buddha katakan sangat sulit untuk mencapainya, maka hendaknya kita harus menggunakan kesempatan yang ada sebagai manusia ini dengan sebaik-baiknya. Kita harus isi lembaran-lembaran hari kita dengan kebajikan-kebajikan, agar semakin usia kehidupan kita bertambah, batin kita pun semakin bijaksana. Kita harus mengkondisikan kelahiran kita ini untuk menuju ke kelahiran yang akan datang di alam yang lebih baik, bukan malah jatuh ke alam-alam rendah. Agar kita bisa menuju kelahiran kita di alam yang lebih baik, maka diperlukan jasa-jasa kebajikan. Kalau belum bisa melakukan kebajikan yang lebih besar dan tinggi, mulailah dari yang dasar yaitu adalah kebajikan yang paling dasar dari kebajikan yang lain, dan mempunyai peranan yang sangat penting. Bagaikan pondasi dari suatu bangunan, karena pondasi bangunan adalah tempat berpijak tiang dan dinding dari suatu bangunan, semakin kuat dan kokoh pondasi suatu bangunan, maka semakin kuat dan kokoh juga bangunan tersebut. Begitu juga dengan d?na, semakin kuat kesadaran, ketulusan dan kerelaan seseorang dalam berdana, maka kebajikan-kebajikan yang lain akan mudah untuk dilakukan. D?na berada pada posisi pertama dalam sepuluh kualitas kesempurnaan p?ram? dan tiga landasan dalam perbuatan berjasa puƱƱa kiriy? vatthu D?na, S?la dan Bh?van?. Dan juga merupakan langkah pertama dalam uraian lima ajaran bertahap paƱca anupubb?kath? d?na, s?la, sagga, k?m?d?nava, dan nekkham?nisa?sa. Perumpamaan tentang berdanaAgar lebih memudahkan dalam memahami proses berdana secara keseluruhan, uraian berikut akan diberikan perumpamaan ā€berdana bagaikan bertaniā€. Dalam Petavatthu, Khuddaka Nik?ya, Sutta Pitaka dikatakan Penerima d?na bagaikan ladang tanah, objek yang didanakan bagaikan biji benih, Pemberi d?na bagaikan petani, dan hasil yang didapat bagaikan buah dari pohon yang d?na bagaikan ladang TanahTanah ada berbagai jenis, ada yang tandus, ada yang kurang subur dan ada yang subur. Tanah yang subur sangat menentukan pertumbuhan dan juga produktivitas pohon yang ditanam. Rumput-rumput liar, batu-batuan, sampah plastik adalah tiga hal yang dapat menyebabkan terganggunya pertumbuhan pohon. Semakin sedikit kadar dari ketiga hal ini, semakin baik pertumbuhan pohon, karena suplai makanan dari tanah ke pohon dan pertumbuhan akar pohon dapat berjalan dengan baik. Apalagi bila ketiganya tidak ada, maka dapat dipastikan pohon yang ditanam di tanah tersebut akan tumbuh dengan sangat baik dan menjadi pohon yang sangat juga kualitas moral si Penerima, ada yang tidak baik, ada yang biasa-biasa saja dan ada yang baik, dan juga kualitas batin si Penerima sangatlah menentukan hasil dari dĆ na. Moral yang baik adalah bagaikan tanah yang subur. Rumput-rumput liar, batu-batuan, dan sampah plastik bagaikan keserakahan, kebencian, dan kebodohan batin. Pengotor batin selalu mencemari kemurnian si Penerima, bagaikan rumput liar, batu-batuan, sampah plastik yang mencemari tanah yang subur. Semakin baik kualitas moral dan kualitas batin si Penerima maka semakin besar pula buah kebajikan akan yang didanakan bagaikan biji benihBiji benih ada yang kualitas tidak baik, kurang baik, dan kualitas yang baik unggul. Kualitas biji akan menentukan kualitas dari pohon maupun buahnya. Bibit yang unggul akan memberikan hasil yang baik, asalkan didukung dengan faktor-faktor pendukung lainnya juga berkualitas baik. Begitu juga biji kualitas rendah akan memberikan hasil yang kurang biji yang ditanam akan mempengaruhi jumlah yang diperoleh, semakin banyak biji yang ditanam semakin banyak pula buah yang diperoleh. Sama halnya dengan barang yang akan diberikan, ada barang yang kurang baik, ada barang yang berkualitas baik. Barang-barang yang diperoleh dari hasil yang sesuai Dhamma adalah barang yang berkulitas baik, tetapi barang yang diperoleh dari hasil pelanggaran Dhamma adalah barang yang tidak berkulitas baik. Jumlah barang yang diberikan bagaikan jumlah biji yang akan ditanam, semakin banyak barang yang diberikan semakin besar hasil yang d?na bagaikan PetaniPetani harus pandai dalam memilih ladang, benih, dan tahu musim dalam menanam benih. Sebelum ladang ditanami benih harus dipersiapkan dengan matang, sebelum biji ditanam harus dipastikan bijinya dalam keadaan baik, tidak berjamur, tidak rusak, tidak dimakan kutu dan sebagainya. Hal ini adalah tahap persiapan sebelum biji ditanam. Demikian juga dengan si Pemberi harus mencari si Penerima yang tepat, mempersiapkan barang yang akan diberikan dengan baik, dan dengan bijaksana mencari waktu yang tepat. Semua ini adalah tahapan sebelum berdana Pubba cetan?.Petani harus mengetahui cara menanam biji dengan baik dan benar. Contohnya biji harus ditangani dengan hati-hati, agar kualitasnya tidak rusak, biji tidak dipendam terlalu dalam atau terlalu rendah, biji ditanam dengan mata tunas tidak terbalik. Sama seperti si Petani, si Pemberi juga harus hati-hati dalam mempersembahkan d?na, disampaikan secara langsung kepada si Penerima, dengan pikiran baik dan rasa hormat yang tulus, ini adalah tahapan saat berdana MuƱca cetan?.Setelah bibit ditanam, petani harus merawatnya agar tunas yang baru tumbuh tidak dimakan hama, atau terinjak oleh binatang. Petani harus menyirami, memberi pupuk, dan mencabut rumput-rumput liar yang tumbuh di sekitarnya, sehingga pohon dapat tumbuh dengan baik, menjadi pohon yang subur, kuat dan produktif. Inilah tahap akhir dari perawatan setelah biji ditanam. Si pemberi juga harus bisa menjaga kemurnian moralnya, tidak menyesal atas dana yang sudah diberikan, munculkan rasa bahagia setelah memberi, semua ini adalah tahapan sesudah berdana Apara cetan?.Hasil berdana bagaikan buah dari pohonSemakin pandai sang petani dalam memilih ladang, memilih bibit, menanam bibit dan merawat pohonnya, maka semakin banyak buah yang akan dipanen. Begitu juga dengan si Pemberi, dia yang berdana pada penerima yang baik, memberikan barang yang baik, dan menjaga pikiran yang baik, sebelum berdana, ketika berdana dan setelah berdana, dapat dipastikan jasa kebajikan yang didapatnya akan berdanalah seperti petani yang pandai.
IndahnyaCinta. Ma piyehi samaganchi, appiyehi kudacanam. Piyanam adassanam dukkham, appiyanan ca dassanam. Janganlah melekat pada apa yang dicintai atau yang tidak dicintai. Tidak bertemu dengan mereka yang dicintai dan bertemu dengan mereka yang tidak dicintai, keduanya merupakan penderitaan. (Dhammapada, Syair 210)
OkaTd.
  • ouk1m7dsto.pages.dev/182
  • ouk1m7dsto.pages.dev/15
  • ouk1m7dsto.pages.dev/192
  • ouk1m7dsto.pages.dev/485
  • ouk1m7dsto.pages.dev/11
  • ouk1m7dsto.pages.dev/337
  • ouk1m7dsto.pages.dev/374
  • ouk1m7dsto.pages.dev/395
  • syair dhammapada tentang kebahagiaan